Dalam sasaran umum pembangunan Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 jelas
tertera “memajukan kesejahteraan umum” dan ini tetap dalam koridor pancasila.
Pembangunan yang dimaksud ialah pembangunan yang maju , mandiri dan tak berat
sebelah. Oleh karenanya, pembangunan kita mulai menitik beratkan pembangunan
nasional pada “bidang ekonomi” sebagai
faktor pengaruh utama penggeraknya. Koperasi sebagai “soko guru perekonomian Indonesia”
harusnya memiliki andil utama dalam pembangunan dan peran yang strategis
dalam mengembangkan ekonomi rakyat. maka dengan “jati diri” koperasinya kesejahteraan bersama dapat tercapai, dan
kesemuanya ini menjadi penting ketika kita berbicara tentang kesenjangan
sosial. Melihat peluang ini, harusnya pemerintah turut serta dalam pembangunan
nasional dalam arti turut membuat iklim yang baik bagi perkembangan koperasi di
Indonesia, karena dengan koperasi yang baik “Demokrasi
Ekonomi” dapat meningkatkan kemakmuran rakyat secara selaras, adil dan
merata. Inilah pembangunan yang baik dan dicita – citakan bangsa. Pembangunan
yang melibatkan seluruh rakyat, negara, dan pihak eksternal lainnya.
Boomerang globalisasi
Setelah dibentuknya GATT (General
Agreement on Trade and Tariff’s) sebagai integral WTO (World Trade Organization) dan Free
trade yang kini masuk bersama globalisasi menjadi batu sandungan bagi
pembangunan kita. Bagaimana tidak? Kesenjangan ekonomi antar negara berkembang
dan maju justru semakin melebar, hak dan wewenang pemerintah dalam melindungi
koperasi muda mulai dibatasi. Nampak kebijakan negara sendiri “kebakaran
jenggot” menghadapi globalisasi. Akibatnya nyata, setelah ditinggal pemerintah banyak
koperasi menghadapi tekanan dalam globalisasi dan perdagangan bebas.
Memang tak bisa dipungkiri kebobrokan koperasi Indonesia,
lembeknya mental bangsa membuat kita jarang mandiri, tak memiliki kepribadian,
dan cenderung tak berani bersaing. Kalau sudah begini sekeras apapun usaha
pihak luar untuk membantu menumbuhkan koperasi menjadi sia – sia belaka.
Koperasi harus mampu tumbuh dan membenahi diri sendiri. Permasalahan utama
terletak pada penciptaan iklim yang mendukung bagi koperasi untuk mulai
berbenah diri. Jika pemerintah sebagai pemeran utama sudah mulai dikurangi
wewenangnya untuk turut serta dalam andil tersebut, lantas siapa lagi yang
dapat mengganti perannya? Disinilah letak peran pemerintah yang terlihat nyata
terbatasi
Ancaman yang meneror merambat ke sector lain, kini koperasi
bukan hanya ditakutkan tak mampu berkembang karena kurangnya iklim yang
mendukung. Tekanan globalisasi dari sector pendanaan pun ikut turut menjadi
ancaman utama bagi koperasi. Dalam menghadapi tekanan – tekanan seperti ini
banyak koperasi mengambil jalan yang salah untuk bertindak, mereka cenderung
mengambil jalan yang sama sebagaimana yang digunakan oleh pihak asing dan
swasta. Maksimalisasi profit bukan benefit kembali terjadi. Anggota bukan lagi
pemilik utama, keabsahana suara mulai dihitung dari modal yang dikeluarkan,
bukan “one man one vote”. Anggota tak
lagi menjadi stakeholders pemegang
kepentingan utama, alih – alih hanya sebagai shareholder pelanggan atau peserta biasa. Hal – hal seperti ini
membuat kertas pemisah koperasi dan perusahaan swasta menjadi tipis, kedua
badan ini seolah tak lagi memiliki perbedaan menjadi cair dan larut menjadi
satu. Isu “Kehilangan jati diri” mulai terdengar
ILO recommendation’s
ILO logo |
ILO merupakan sebuah organisasi buruh internasional yang
mulai sadar akan keterancaman ini. Mengingat hal ini, lantas tak tinggal diam
begitu saja. Mereka mengadakan pertemuan di Geneva dengan siding ke 90 pada 3juni 2002. Dalam siding tersebut mereka mengakui pentingnya koperasi dalam
menciptakan pekerjaan, mobilisasasi sumber daya, roda penggerak investasi dan
sumbangan utama perekonomian. Maka untuk membuat koperasi dapat bertahan dalam
kerasnya tekanan globalisasi, ILO mengajukan beberapa rekomendasi sebagai
jawaban atas tantangan globalisasi. Rekomendasi tersebut tertuang dalam 19 ayat
[1]termasuk
pemberian wewenang pemerintah dan pengukuhan jati diri koperasi yang lebih
dalam.
Maka dengan solusi – solusi seperti ini, koperasi dan
pemerintah kembali mendapat angin segar. Pemerintah kembali memperoleh kuasanya
untuk turut serta membangun koperasi secara langsung. Pemberian fasilitas,
pendidikan, investasi dan kewenangan lainnya kembali diperoleh. Koperasipun
kembali dipaksa untuk mempertahankan jatidirinya lebih dalam, sehingga koperasi
tetap maju dan jalan direl yang sama dan tak merubah haluan.
Terlepas dari itu, dengan adanya solusi seperti ini koperasi
dapat tetap tumbuh dan bersaing dengan perusahaan – perusahaan asing dan swasta
yang masuk bersama globalisasi. Globalisasi tak lagi menjadi ancaman, justru
sebaliknya sebagai sarana yang baik dalam pengembangan koperasi – koperasi yang
ada
[1]
ILO rekomendasi 193 umum: (1) diakuinya koperasi (2) koperasi kumpulan orang
sukarela secara otonom (3) memperkuat jatidiri (4) pemajuan potensi koperasi
(5) cara khusus koperasi sebagai usaha bersama (6) keseimbangan sector – sector
(7) pemajuan koperasi dengan jatidiri
(8) kebijakan nasional (9) pemerintah memajukan peran koperasi (10) adanya UU
khusus (11) kewajiban fasilitas oleh pemerintah (12) cara memfasilitasi
(13) pengembangan kondisi yang baik (14)
pengakuan organisasi (16) pekerja (17)
kerjasam koperasi (18) kerjasama international (19) revisi rekomendasi
1 komentar:
salam gan ...
menghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
di tunggu kunjungan balik.nya gan !
Posting Komentar