Senin, 30 April 2012

“Ketahanan Koperasi dalam Globalisasi”



Dalam sasaran umum pembangunan Indonesia  yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 jelas tertera  “memajukan kesejahteraan umum”  dan ini tetap dalam koridor pancasila. Pembangunan yang dimaksud ialah pembangunan yang maju , mandiri dan tak berat sebelah. Oleh karenanya, pembangunan kita mulai menitik beratkan pembangunan nasional pada “bidang ekonomi” sebagai faktor pengaruh utama penggeraknya. Koperasi sebagai “soko guru perekonomian Indonesia”  harusnya memiliki andil utama dalam pembangunan dan peran yang strategis dalam mengembangkan ekonomi rakyat. maka dengan “jati diri” koperasinya kesejahteraan bersama dapat tercapai, dan kesemuanya ini menjadi penting ketika kita berbicara tentang kesenjangan sosial. Melihat peluang ini, harusnya pemerintah turut serta dalam pembangunan nasional dalam arti turut membuat iklim yang baik bagi perkembangan koperasi di Indonesia, karena dengan koperasi yang baik “Demokrasi Ekonomi” dapat meningkatkan kemakmuran rakyat secara selaras, adil dan merata. Inilah pembangunan yang baik dan dicita – citakan bangsa. Pembangunan yang melibatkan seluruh rakyat, negara, dan pihak eksternal lainnya.


Boomerang globalisasi

Setelah dibentuknya GATT (General Agreement on Trade and Tariff’s) sebagai integral WTO (World Trade Organization) dan Free trade yang kini masuk bersama globalisasi menjadi batu sandungan bagi pembangunan kita. Bagaimana tidak? Kesenjangan ekonomi antar negara berkembang dan maju justru semakin melebar, hak dan wewenang pemerintah dalam melindungi koperasi muda mulai dibatasi. Nampak kebijakan negara sendiri “kebakaran jenggot” menghadapi globalisasi. Akibatnya nyata, setelah ditinggal pemerintah banyak koperasi menghadapi tekanan dalam globalisasi dan perdagangan bebas.

Memang tak bisa dipungkiri kebobrokan koperasi Indonesia, lembeknya mental bangsa membuat kita jarang mandiri, tak memiliki kepribadian, dan cenderung tak berani bersaing. Kalau sudah begini sekeras apapun usaha pihak luar untuk membantu menumbuhkan koperasi menjadi sia – sia belaka. Koperasi harus mampu tumbuh dan membenahi diri sendiri. Permasalahan utama terletak pada penciptaan iklim yang mendukung bagi koperasi untuk mulai berbenah diri. Jika pemerintah sebagai pemeran utama sudah mulai dikurangi wewenangnya untuk turut serta dalam andil tersebut, lantas siapa lagi yang dapat mengganti perannya? Disinilah letak peran pemerintah yang terlihat nyata terbatasi

Ancaman yang meneror merambat ke sector lain, kini koperasi bukan hanya ditakutkan tak mampu berkembang karena kurangnya iklim yang mendukung. Tekanan globalisasi dari sector pendanaan pun ikut turut menjadi ancaman utama bagi koperasi. Dalam menghadapi tekanan – tekanan seperti ini banyak koperasi mengambil jalan yang salah untuk bertindak, mereka cenderung mengambil jalan yang sama sebagaimana yang digunakan oleh pihak asing dan swasta. Maksimalisasi profit bukan benefit kembali terjadi. Anggota bukan lagi pemilik utama, keabsahana suara mulai dihitung dari modal yang dikeluarkan, bukan “one man one vote”. Anggota tak lagi menjadi stakeholders pemegang kepentingan utama, alih – alih hanya sebagai shareholder pelanggan atau peserta biasa. Hal – hal seperti ini membuat kertas pemisah koperasi dan perusahaan swasta menjadi tipis, kedua badan ini seolah tak lagi memiliki perbedaan menjadi cair dan larut menjadi satu. Isu “Kehilangan jati diri” mulai terdengar


 ILO recommendation’s

ILO logo
ILO merupakan sebuah organisasi buruh internasional yang mulai sadar akan keterancaman ini. Mengingat hal ini, lantas tak tinggal diam begitu saja. Mereka mengadakan pertemuan di Geneva dengan siding ke 90 pada 3juni 2002. Dalam siding tersebut mereka mengakui pentingnya koperasi dalam menciptakan pekerjaan, mobilisasasi sumber daya, roda penggerak investasi dan sumbangan utama perekonomian. Maka untuk membuat koperasi dapat bertahan dalam kerasnya tekanan globalisasi, ILO mengajukan beberapa rekomendasi sebagai jawaban atas tantangan globalisasi. Rekomendasi tersebut tertuang dalam 19 ayat [1]termasuk pemberian wewenang pemerintah dan pengukuhan jati diri koperasi yang lebih dalam.

Maka dengan solusi – solusi seperti ini, koperasi dan pemerintah kembali mendapat angin segar. Pemerintah kembali memperoleh kuasanya untuk turut serta membangun koperasi secara langsung. Pemberian fasilitas, pendidikan, investasi dan kewenangan lainnya kembali diperoleh. Koperasipun kembali dipaksa untuk mempertahankan jatidirinya lebih dalam, sehingga koperasi tetap maju dan jalan direl yang sama dan tak merubah haluan.

Terlepas dari itu, dengan adanya solusi seperti ini koperasi dapat tetap tumbuh dan bersaing dengan perusahaan – perusahaan asing dan swasta yang masuk bersama globalisasi. Globalisasi tak lagi menjadi ancaman, justru sebaliknya sebagai sarana yang baik dalam pengembangan koperasi – koperasi yang ada


[1] ILO rekomendasi 193 umum: (1) diakuinya koperasi (2) koperasi kumpulan orang sukarela secara otonom (3) memperkuat jatidiri (4) pemajuan potensi koperasi (5) cara khusus koperasi sebagai usaha bersama (6) keseimbangan sector – sector (7) pemajuan koperasi  dengan jatidiri (8) kebijakan nasional (9) pemerintah memajukan peran koperasi (10) adanya UU khusus (11) kewajiban fasilitas oleh pemerintah (12) cara memfasilitasi
(13) pengembangan kondisi yang baik (14) pengakuan  organisasi (16) pekerja (17) kerjasam koperasi (18) kerjasama international (19) revisi rekomendasi

1 komentar:

Outbound di Malang mengatakan...

salam gan ...
menghadiahkan Pujian kepada orang di sekitar adalah awal investasi Kebahagiaan Anda...
di tunggu kunjungan balik.nya gan !