Sumber gambar: jpmi.or.id/2010/07/20/2010-terdapat- 175-ribu-koperasi-di-indonesia |
Pendahuluan
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan”. [1]Menyimak
bunyi pasal 33 ayat 1 UUD 1945 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan
sosial tersebut jelas tercermin bahwasanya kemakmuran bersamalah yang menjadi
tujuan bersama, bukan kemakmuran satu atau dua orang. Dalam penjelasannya
kemudian, koperasi diletakkan sebagai “soko guru” perekonomian nasional maupun
integral seluruh tata perekonomian nasional, artinya pasal 33 sendiri telah
meletakkan dan mengakui koperasi sebagai tulang punggung ekonomi nasional,
pemilik peran penting dalam menumbuhkan ekonomi rakyat untuk mewujudkan ekonomi
yang demokrasi, yakni ekonomi yang berdasar demokratis, kebersamaan,
kekeluargaan dan keterbukaan
.
.
Didalam berbagai kesempatannya, Mohammad Hatta selaku tokoh
perumus pasal tersebut memberi pengakuan langsung akan paradigma
diatas. “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar azas
kekeluargaan. Azas kekeluargaan itu ialah koperasi!. perkataan UUD ini bukanlah
hanya suatu pernyataan daripada ideal bangsa kita, tetapi juga suruhan untuk
bekerja ke jurusan itu.”[2] Maka
timbul secarik pertanyaan tentang koperasi, mengapa keberadaanya menjadi sangat
vital dan penting bagi perekonomian Indonesia?
Koperasi sendiri merupakan lembaga sosial – ekonomi, dibentuk
untuk menolong diri secara bersama – sama untuk pemberdayaan (self
empowering). “dengan kata lain, menolong diri sendiri secara
bersama – sama yang apabila diformalkan akan menjadi badan usaha bersama, yang
lazim kita sebut sebagai koperasi[3]”.
bukan tanpa alasan koperasi diangkat menjadi soko guru ekonomi nasional, karena
memang koperasi memiliki spirit yang baik bagi kesejahteraan rakyat bersama.
Seluruh kebaikan koperasi menjadi satu dalam “jatidiri”-nya, (definisi, nilai,
prinsip) yakni pembeda badan usaha dengan koperasi. suatu pernyataan yang
membuat koperasi menjadi koperasi. artinya tidaklah dikatakan koperasi yang
benar jika tak terkandung “jatidiri koperasi” didalamnya
Didukung oleh ILO sebuah organisasi buruh internatiosonal yang sadar
akan keberadaan kopersi, Jatidiri koperasi tertuang dan dipertegas kembali oleh
UU 25 tahun 1992 dan ICA (international co-operative alliance).
Dikatakan koperasi ialah “perkumpulan otonom dari orang – orang yang
sukarela dan memiliki tujuan bersama untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi dan kesejahteraan melalui badan usaha yang dimiliki bersama dan
dikendalikan secara demokratis berdasarkan asas kekeluargaan”. Berisi
tentang nilai[4] dan prinsip[5] dalam
koperasi yang pada intinya menekankan bahwasanya koperasi yang baik ialah
koperasi yang mementingkan semangat gotong royong, kekeluargaan, dan
keterbukaan. Dimana para anggotanya merupakan orang – orang yang sukarelah
berkumpul demi kepentingan yang sama. Sehingga jelas mengapa koperasi menjadi
penting untuk diberlakukan di Indonesia, koperasi dengan sendirinya mempersatukan
rakyat – rakyat golongan menengah bawah dan atas untuk bersama bekerja,
mengankat derajat para anggotanya, memberantas kemiskinan dan turut serta dalam
memutar roda ekonomi nasional. Koperasi tak mengutamakan maksimum profit melainkan
maksimum benefit dengan pengolahan SDA yang sesuai dengan
kebutuhan sehingga tak merusak alam. Inilah letak perbedaan dasar antar
koperasi dan badan usaha. Koperasi mengutamakan kepentingan “anggotanya” sedang
badan usaha lainnya mengutamakan kepentingan “modal”
Koperasi di Indonesia
Disadari atau tidak, koperasi Indonesia memiliki tanda Tanya besar
didepan. mengapa koperasi di Indonesia sukar untuk tumbuh, padahal upaya
pemerintah dalam memberdayakannya tidak pernah habis? Atau mengapa koperasi di
Indonesia sekilas “jalan ditempat” mengingat Indonesia memiliki mentri
koperasinya sendiri, berbanding terbalik dengan koperasi luar negeri yang tanpa
mentri khususnya dapat berdiri dan lebih tegar?
Ini semua tak lepas dari paradigma yang memandang koperasi sebagai
wadah badan usaha kecil, dipandang sebelah mata, dipojokkan dan dipisahkan
tersendiri dari perekonomian. Atau karena kegagalan pemerintah menciptakan
iklim yang baik? Diakui atau tidak, kesemuanya ini tak lepas dari substansi
koperasi yang berhubungan dengan spirit koperasi. jadi, bila koperasi dianggap
kecil dan kumpulan orang lemah terjadi karena adanya pola berpikir yang
demikian. Koperasi yang harusnya menjadi integral ekonomi nasional jangan malah
dieksklusifkan dan terpojok sebagai badan usaha khusus, seolah – olah meng-“anak
bawang”-kan koperasi. Ini jelas penghambat terbesar bagi koperasi itu
sendiri, pemerintah seolah sibuk menonjolkan pembangunan UKM. Padahal jelas
fakta pembangunan UKM tanpa payung koperasi ibarat menyebar bibit – bibit
kapitalis pada rakyat[6],
bibit yang mengutamakan kepentingan individualism buka kepentingan bersama. Ada
sesuatu yang salah, sesuatu yang membuat koperasi tak berjalan di Indonesia. koperasi
yang harusnya menjadi wadah pengembangan UKM, itu kalau kita mau taat asas.
Koperasi Indonesia harusnya tetap berada dalam koridor
jatidiri-nya, koperasi yang menjadi soko guru dan tetap mempertahankan nilai
serta prinsip – prinsipnya. Ambil contoh koperasi pekerja “Mondragon” di
spanyol, koperasi ini memiliki anggota sebanyak 62.764 dan mengelola 264
perusahaan. Koperasi ini tetap melakukan anggotanya sebagai pemilik dan pelaku
utama pekerjanya, memiliki kestrukturan yang baik dan jelas antar pengurusnya,
dan tetap menjaga jatidiri koperasinya. Anggota juga tetap diberikan hak suara (one
man one vote) dan diberi kesempatan untuk berpatisipasi dan menjadi
ahli yang professional. Bahkan sebagian hasil SHU digunakan untuk kegiatan –
kegiatan bermanfaat seperti pemberian modal dan pendidikan bagi anggotanya.
Bukankah ini suatu tamparan keras bagi kita? Mengapa kita tetap jalan ditempat
dan tak bisa bergerak maju seperti Mondragon?
[2] Orasi
Mohammad Hatta Juli 1951
[3] Sri-Edi
Swasono : Koperasi dan Kooperativisme, Jakarta 2 november 2011
[4] ICA
dan UU NO. 25 tahun 1992 tentang nilai koperasi: Self help, tanggung jawab
bersama, persamaan, pemerataan, solidaritas, kejujuran, openness, perhatian sesama
[5] I
CA dan UU NO. 25 tahun 1992: Anggota sukarela, demokrasi, organisasi,
pendidikan, kerjasama antar koperasi, otonomi dan kemasyrakatan
[6] Sri-Edi
Swasono : Koperasi dan Kooperativisme, Jakarta 2 november 2011
0 komentar:
Posting Komentar