oke,, beberapa bulan ini gua dan team lagi ngelarin beberapa project, salah satunya pembuatan buletin untuk penyambutan maba. Do you know? its not simple like i was think... butuh keringat darah tujuh hari tujuh malam mungkin untuk menyelesaikan satu halaman. But that's life....
sudah barang tentu ada beberapa tulisan gua yang masuk di buletin, salah satunya di sambutan aditorial. tulisan ini khusus untuk mahasiswa baru FEUI 2012. welcome to the jungle guys.....
“Jika Indonesia terkadang membingungkan,
itu karena nasionalisme di sini mengandung sebuah paradoks. Jika ia menyebabkan
kita merasa akrab dengannya, itu juga karena paradoks yang sama. Ia menyatakan
apa yang particular tapi juga mengimbau pada yang universal.”
Demikian ungkap
Goenawan Mohammad sembari mendefinisikan Indonesia dan nasionalisme yang
dimilikinya. “Pernah dikatakan, bentuk –
bentuk nasionalisme setelah perang dingin tak lagi bertolak pada paradoks itu.”
Tak ada yang tahu arti nasionalisme yang pasti, tiap orang punya pemikiran
berbeda akan makna tersebut, lebih - lebih di zaman sekarang. Tinggi – rendah, benar – salah, kiri – kanan, hitam
– putihnya, pemikiran kita sudah tak ada
yang menilik. Kita tersesat di arus globalisasi
Kata nasionalisme
memang sudah ada sejak manusia mengenal kelompok (grup), tiap mereka berusaha mempertahankan identitas masing –
masing yang dianggap sebagai ideologi berharga bagi penerusnya. Mungkin sama
halnya dengan negara ini. Indonesia sebagai negara kesatuan mempunyai ikatan
kesatuan yang disebut Pancasila. Seperti yang pernah dikutip Sri-Edi Swasono; “Barangkali tidak terlalu figurative
mengibaratkan pecahan 1/2 yang tidak bisa dijumlah dengan 1/3, kecuali setelah
1/2 ditransformasikan menjadi 3/6 dan 1/3 menjadi 2/6, maka terjumlahlah
penyatuan utuhnya menjadi 5/6. Seperenam adalah penyebut (common denominator),
sebagaimana Pancasila berfungsi sebagai penyebut pemersatu (common platform)
bagi pluralism dan multikulturisme Indonesia.” Dan tentang Pancasila sebagai pegangan bangsa untuk
mempertahankan kemerdekaan nasional yang dimiliki sejak proklamasi 1945, ada
tanggung jawab moral bagi kita untuk menelaah dalam – dalam. Menjaga,
mempertahankan serta turut mengamalkan.
Barangkali Indonesia
perlu merujuk kembali nasionalismenya, sebagian rakyat terutama generasi emas
tak merasa memiliki identitas. Lihat
saja ulah mereka! Sebagian tembok yang mulai tak bersih dari corat – coret anak
muda, konsumsi produk asing berlebih, duduk manis menyaksikan drama asing dan
larut di kesedihannya, nongkrong di kafe – kafe asing sebagai
akumulasi imitasi kegiatan barat agar terlihat “maju” dan “modern”. Mereka
tidak tahu Indonesia, posisi negaranya. Hal
seperti ini boleh saja kita artikan sebagai kedangkalan akan kesadaran nasional,
ya?
Tak penting bagi
kita memikirkan golongan mana yang pantas menjadi kambing hitam atas peristiwa ini.
Boleh jadi pemerintah, pengajar, lingkungan atau bahkan sistem pendidikan. Bukan
semua! Hal utama yang harus dipikirkan adalah bagaimana memperbaiki,
merekstruktur ulang, mereformasi, melaksanakan, dan melestarikan ideologi ini.
Mahasiswa sering
kali digadang – gadang sebagai agen perubahan bangsa (agent
of change). Sebut saja peristiwa
awal kenaikan era “Reformasi” 1998, peristiwa Tritura, Sumpah Pemuda, tragedi
Trisakti dan gerakan massive
mahasiswa di orde baru lainnya. Tak sedikit pula darah dan nama yang tersayat
di sejarah Indonesia, kesemuanya jelas sudah menunjukkan peran serta label jaket
kita. Suka – tidak suka, mau – tidak mau, almamater mahasiswa sudah ter-cap
seperti itu digambaran masyarakat kala ini. Sekali lagi sejarah mendorong kita
mengemban beban moral untuk identitas yang kita pegang. Begitu juga negara ini!
Siapa Indonesia?
Identitas negara
kita juga mulai tak jelas, terombang ambing kesana kemari, mondar – mandir
tidak jelas. “Suatu identitas
dipertanyakan hanya ketika ia terancam, seperti ketika si perkasa mulai runtuh,
atau ketika yang celaka mulai bangkit, atau ketika si orang asing masuk lewat
gerbang.” (James Baldwin; The Price
of Ticket). Mungkin seperti itu indonesia kala ini. Demikian memang perlu
dirasa suatu tindakan bentuk penyelamatan.
Masyarakat kita sudah
lelah dengan keterpurukan. Mereka sudah capek miskin ilmu – miskin identitas. Sudah
sewajarnya mahasiswa ambil alih atas keadaan ini, terlalu banyak beban dan
harapan yang menumpuk di pundak kita, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Sebagai Fakultas Ekonomi terbaik yang dimiliki Indonesia, dengan
fasilitas dan akses pemerintah pusat yang jauh lebih baik dari fakultas lainnya,
kita patut berbangga hati, namun tetap sadar akan tanggung jawab yang timbul.
Kita mahasiswa terbaik negeri yang dicanang sebagai harapan bangsa dan negara
saat ini.
Jangan larut dalam euphoria penyambutanmu! Sadar ini hanya
langkah awal dari berjuta langkah kita kedepan. Temukan kembali embrio awal
nasionalisme “Bhineka tunggal ika”! Mari melangkah bersama membangun negara
dengan Tri-darma Mahasiswa. Segera bersiap! Perbaiki ikat kepala! Kencangkan
ikat pinggang! Perjuangan kita belum usai. Terlampau banyak masalah di negeri
ini yang butuh tarikan tangan kita. Tak ada waktu bersantai, terjun dan lakoni peranmu.
Hidup Mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!
Selamat
datang pahlawan muda, Lama nian kami rindukan dikau
Bertahun
– tahun bercerai mata, Kini kita dapat berjumpa pula
Dengarkan
suara gegap gempita,mengiri derap langkah perwira
Hilangkan
rindu, dendam ibumu selamat datang di Jakarta Raya