Minggu, 05 Agustus 2012

MAHASISWA DAN KEBERADAAN BANGSA

oke,, beberapa bulan ini gua dan team lagi ngelarin beberapa project, salah satunya pembuatan buletin untuk penyambutan maba. Do you know? its not simple like i was think... butuh keringat darah tujuh hari tujuh malam mungkin untuk menyelesaikan satu halaman. But that's life....

sudah barang tentu ada beberapa tulisan gua yang masuk di buletin, salah satunya di sambutan aditorial. tulisan ini khusus untuk mahasiswa baru FEUI 2012. welcome to the jungle guys.....



“Jika Indonesia terkadang membingungkan, itu karena nasionalisme di sini mengandung sebuah paradoks. Jika ia menyebabkan kita merasa akrab dengannya, itu juga karena paradoks yang sama. Ia menyatakan apa yang particular tapi juga mengimbau pada yang universal.”

Demikian ungkap Goenawan Mohammad sembari mendefinisikan Indonesia dan nasionalisme yang dimilikinya. “Pernah dikatakan, bentuk – bentuk nasionalisme setelah perang dingin tak lagi bertolak pada paradoks itu.” Tak ada yang tahu arti nasionalisme yang pasti, tiap orang punya pemikiran berbeda akan makna tersebut, lebih - lebih di zaman sekarang.  Tinggi – rendah, benar – salah, kiri – kanan, hitam – putihnya,  pemikiran kita sudah tak ada yang menilik. Kita tersesat di arus globalisasi

Kata nasionalisme memang sudah ada sejak manusia mengenal kelompok (grup), tiap mereka berusaha mempertahankan identitas masing – masing yang dianggap sebagai ideologi berharga bagi penerusnya. Mungkin sama halnya dengan negara ini. Indonesia sebagai negara kesatuan mempunyai ikatan kesatuan yang disebut Pancasila. Seperti yang pernah dikutip Sri-Edi Swasono; “Barangkali tidak terlalu figurative mengibaratkan pecahan 1/2 yang tidak bisa dijumlah dengan 1/3, kecuali setelah 1/2 ditransformasikan menjadi 3/6 dan 1/3 menjadi 2/6, maka terjumlahlah penyatuan utuhnya menjadi 5/6. Seperenam adalah penyebut (common denominator), sebagaimana Pancasila berfungsi sebagai penyebut pemersatu (common platform) bagi pluralism dan multikulturisme Indonesia.” Dan tentang  Pancasila sebagai pegangan bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan nasional yang dimiliki sejak proklamasi 1945, ada tanggung jawab moral bagi kita untuk menelaah dalam – dalam. Menjaga, mempertahankan serta turut mengamalkan.

Barangkali Indonesia perlu merujuk kembali nasionalismenya, sebagian rakyat terutama generasi emas tak merasa memiliki identitas.  Lihat saja ulah mereka! Sebagian tembok yang mulai tak bersih dari corat – coret anak muda, konsumsi produk asing berlebih, duduk manis menyaksikan drama asing dan larut di kesedihannya,  nongkrong di kafe – kafe asing sebagai akumulasi imitasi kegiatan barat agar terlihat “maju” dan “modern”. Mereka tidak tahu Indonesia,  posisi negaranya. Hal seperti ini boleh saja kita artikan sebagai kedangkalan akan kesadaran nasional, ya?

Tak penting bagi kita memikirkan golongan mana yang pantas menjadi kambing hitam atas peristiwa ini. Boleh jadi pemerintah, pengajar, lingkungan atau bahkan sistem pendidikan. Bukan semua! Hal utama yang harus dipikirkan adalah bagaimana memperbaiki, merekstruktur ulang, mereformasi, melaksanakan, dan melestarikan ideologi ini.

Mahasiswa sering kali digadang – gadang sebagai agen perubahan bangsa  (agent of change).  Sebut saja peristiwa awal kenaikan era “Reformasi” 1998, peristiwa Tritura, Sumpah Pemuda, tragedi Trisakti dan gerakan massive mahasiswa di orde baru lainnya. Tak sedikit pula darah dan nama yang tersayat di sejarah Indonesia, kesemuanya jelas sudah menunjukkan peran serta label jaket kita. Suka – tidak suka, mau – tidak mau, almamater mahasiswa sudah ter-cap seperti itu digambaran masyarakat kala ini. Sekali lagi sejarah mendorong kita mengemban beban moral untuk identitas yang kita pegang. Begitu juga negara ini! Siapa Indonesia?

Identitas negara kita juga mulai tak jelas, terombang ambing kesana kemari, mondar – mandir tidak jelas. “Suatu identitas dipertanyakan hanya ketika ia terancam, seperti ketika si perkasa mulai runtuh, atau ketika yang celaka mulai bangkit, atau ketika si orang asing masuk lewat gerbang.” (James Baldwin; The Price of Ticket). Mungkin seperti itu indonesia kala ini. Demikian memang perlu dirasa suatu tindakan bentuk penyelamatan.

Masyarakat kita sudah lelah dengan keterpurukan.  Mereka sudah capek miskin ilmu – miskin identitas. Sudah sewajarnya mahasiswa ambil alih atas keadaan ini, terlalu banyak beban dan harapan yang menumpuk di pundak kita, mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sebagai Fakultas Ekonomi terbaik yang dimiliki Indonesia, dengan fasilitas dan akses pemerintah pusat yang jauh lebih baik dari fakultas lainnya, kita patut berbangga hati, namun tetap sadar akan tanggung jawab yang timbul. Kita mahasiswa terbaik negeri yang dicanang sebagai harapan bangsa dan negara saat ini.

Jangan larut dalam euphoria penyambutanmu! Sadar ini hanya langkah awal dari berjuta langkah kita kedepan. Temukan kembali embrio awal nasionalisme “Bhineka tunggal ika”! Mari melangkah bersama membangun negara dengan Tri-darma Mahasiswa. Segera bersiap! Perbaiki ikat kepala! Kencangkan ikat pinggang! Perjuangan kita belum usai. Terlampau banyak masalah di negeri ini yang butuh tarikan tangan kita. Tak ada waktu bersantai, terjun dan lakoni peranmu. Hidup Mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!

Selamat datang pahlawan muda, Lama nian kami rindukan dikau
Bertahun – tahun bercerai mata, Kini kita dapat berjumpa pula
Dengarkan suara gegap gempita,mengiri derap langkah perwira
Hilangkan rindu, dendam ibumu selamat datang di Jakarta Raya




1 komentar:

Unknown mengatakan...

Permisi mas... Saya cuma mau bilang dan ijin... Saya pake foto garuda ini buat blog saya ya. Dicantumin kok picture source nya. haha.
saya all the way kesini cuma mo bilang itu kok. hahaha.
anyway, I also read your blog. Nice blog. :D